ADAB SEORANG PELAJAR DAN PENGAMAL AL-QUR’AN
ADAB SEORANG PELAJAR DAN PENGAMAL AL-QUR’AN
1. Berdo’a kepada Allah dengan jujur dan ikhlash agar
diberikan pertolongan untuk menghapal Al-Qur’an dan dengan tujuan hanya untuk
mencari keridhaan Allah baik dalam beramal dan berilmu.
2. Menghapal Al-Qur’an dan beramal dengannya akan menambah
ketinggian derajat. Nabi SAW bersabda:
إِنَّ اللهَ يَرْفَعُ بِهذَا
اْلِكتَابَ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِيْنَ
“Sesunguhnya Allah mengangkat derajat beberapa kaum dengan
Al-Qur’an ini dan merendahkan yang lain” ( HR. Muslim)
3. Menjauhi kesibukan yang menjauhkan dirinya dari
memperoleh ilmu secara sempurna.
4. Menperoleh hafalan Al-Qur’an dengan cara talaqqi. Talaqqi
adalah memperoleh hapalan dengan cara menyimak langsung dari sang guru.
5. Waspada terhadap rasa putus asa yang mungkin mneyelimuti
hati karena masa panjang yang dilalui untuk menghapal, Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya ilmu tersebut didapatkan dengan cara belajar” (HR Daruquthni)
6. Membaca tafsir untuk ayat yang sedang dihapal.
7. Mengkhususkan waktu tertentu untuk membaca dan menghapal.
8. Selalu menjaga waktu untuk memperbanyak membaca
Al-Qur’an: “Sebab Al-Qur’an lebih mudah terlepas dari onta yang ada pada
ikatannya”.
9. Membaca Al-Qur’an secara tartil, berdasarkan firman Allah
SWT:
أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ
الْقُرْآنَ تَرْتِيلا
( Dan Bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan”.) Al
Muzammil: 4
10. Apabila melewati ayat-ayat rahmat maka ia segera mohon
rahmat dan karunia dari Allah, dan jika melewati ayat-ayat azab maka ia segera
berlindung kepada Allah darinya, hendaklah ia duduk menghadap kiblat dengan
khusyu’, tenang dan berwibawa.
11. Dianjurkan membaca Al-Qur’an secara berurutan, apabila
melewati ayat yang mengandung sujud tilawah maka disunnahkan baginya untuk
bersujud. Apabila seseorang mengucapkan salam kepadanya saat ia membaca
Al-Qur’an maka hendaklah ia menjawab salam, lalu berta’awwudz dan
menyempurnakan bacaan.
12. Membaca apa-apa yang telah dihapal pada saat shalat
malam, Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا قَامَ صَاحِبُ اْلقُـرْآنِ
فَقَرَأَهُ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ ذَكَـرَهُ وَإِنْ لَمْ يَقُمْ
بِهِ نَسِيَهُ
“Apabila seorang yang belajar Al-Qur’an bangun untuk membaca
apa yang dihapalnya pada waktu siang dan malam maka ia pasti mengingatnya, dan
jika ia tidak melakukannya niscaya akan dilupakannya”. (HR. Muslim Syarhun
Nawawi 6/76, Silsilah Hadits Shahihah 597)
13. Waspada terhadap perbuatan maksiat. Di antara akibatnya
adalah terlupanya ilmu dan hapalan.
14. Duduk di hadapan guru layaknya seorang murid, tidak
mengangkat suara tanpa kebutuhan, tidak ketawa dan banyak bicara atau tidak
menoleh ke kanan dan kiri tanpa kebutuhan.
15. Tidak memperdengarkan bacaan saat hati sang guru sedang
sibuk atau bosan…dan bersabar atas kekasaran guru atau keburukan prilakunya.
Apabila sang guru berbuat kasar kepadanya maka ia segera meminta maaf.
16. Saat mendatangi majlis gurunya, namun ia tidak
melihatnya, hendaklah menunggu dan tetap berdiam di pintu. Dan apabila
mendapatkan guru sedang sibuk maka ia minta izin untuk tetap menunggu.
17. Tidak masuk kepada gurunya tanpa minta izin kecuali jika
berada pada tempat yang tidak membutuhkan izin, dan janganlah ia mengganggunya
dengan terlalu banyak permintaan izin.
18. Merendah dan berakhlaq yang baik terhadap gurunya
sekalipun usianya lebih kecil.
19. Selalu bersemangat untuk belajar, tidak puas dengan yang
sedikit selama ia mampu berusaha memperoleh yang lebih banyak, dan tidak
membebani diri dengan sesuatu yang tidak bisa ditanggung oleh dirinya demi
mencegah kebosanan dan hilangnya apa yang telah didapatkan.
20. Bersikap merendah diri kepada orang-orang shaleh,
orang-orang baik dan orang-orang miskin.
21. Pembawa dan pelajar Al-Qur’an harus berakhlaq dan
berpenampilan yang sempurna, dan menjauhi diri dari segala yang dilarang oleh
Al-Qur’an. Ibnu Mas’ud berkata: “Seharusnya bagi pembawa Al-Qur’an dikenal
(dengan ibadah) malamnya saat manusia tertidur, dan (ibadah) siangnya saat
manusia tidak berpuasa, dengan kesedihannya saat manusia dalam kesenanganya,
dengan tangisnya saat manusia ketawa, dengan diamnya saat manusia bicara
serampangan, dengan kekhusyu’annya saat manusia berbangga diri, maka seharusnya
ia menjadi orang yang suka menangis, sedih, bijaksana, alim, tenang, tidak
kasar, lalai, berkata kotor, keras dan bersikap keras” (Al-Adab Al-Syai’iyah
2/301)
22. Menghormati ahlil Qur’an dan tidak menyakiti mereka.
ADAB MEMBACA DAN PENGAJAR AL-QUR’AN
1. Menjaga keikhlasan saat belajar dan membaca Al-Qur’an,
sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa ia berkata:
Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya orang yang paling
pertama akan ditanya pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan
Allah, ia didatangkan lalu Allah memperlihatkan kepadanya nikmat-Nya sampai dia
mengetahuinya. Allah bertanya kepadanya: “Apakah yang telah engkau perbuat di
dunia?”, ia menjawab: “Aku telah berperang di jalanMu sampai aku mati syahid”.
Allah membantahnya: “Engkau bohong, sebab engkau berperang agar orang
mengatakan bahwa dirimu adalah seorang pemberani, dan itu telah dikatakan”,
lalu diperintahkan untuk diseret di atas wajahnya lalu dicampakkan ke dalam api
neraka. Dan seorang yang belajar ilmu dan mengajarkannya serta membaca
Al-Qur’an, maka ia dihadpakan ke hadapanNya lalu Dia memperlihatkan nikamat-Nya
sehingga ia mengetahuinya. Allah bertanya: “Apakah yang telah engkau perbuat di
dunia?”. Ia menjawab: “Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca
Al-Qur’an ikhlas semata untukMu”. Maka Allah membantahnya: “Kamu bohong, engkau
belajar ilmu agar dikatakan sebagai orang yang alim, dan membaca Al-Qur’an agar
dikatakan sebagai qori’, dan itu terjadi, lalu ia diperintahkan untuk diseret
di atas wajahnya dan dilempar ke dalam neraka….” ( HR. Muslim no: 1905)
2. Beramal sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an. Dijelaskan
dalam sebuah riwayat yang panjang tentang mimpi Nabi SAW…dikatakan kepadanya:
“Berjalanlah”, maka kami berjalan sampai mendatangi seseorang lelaki yang
sedang terbaring di atas tengkuknya, dan seorang lelaki yang berdiri di atas
kepalanya sambil membawa sebuah batu atau batu besar untuk membenturkan
kepalanya sendiri pada batu tersebut sampai terlempar, lalu ia segera
mengambilnya, dan dia tidak melakukan seperti apa yang telah dilakukannya
sampai kepalanya pulih seperti semula, setelah pulih ia kembali memukulnya. Aku
bertanya: “Siapakah orang ini?”, “Berjalanlah”, perintahnya. (lalu Nabi SAW
menjelaskan tentang apa yang telah dilihatnya), dalam lanjutan sabdanya beliau
mengatakan: Orang yang telah aku lihat memukul kepalanya adalah seorang yang
diajarkan oleh Allah Al-Qur’an namun ia tertidur darinya pada waktu malam dan
tidak beramal dengannya pada waktu siang hari, itulah balasannya sampai hari
kiamat”( HR. Bukhari no:1386)
3. Meningkatkan semangat untuk selalu mengingat kembali dan
memperhatikan Al-Qur’an; berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
تَعَاهَدُوْا
الْقُرْآنَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَهُوَ
أَشَدُّ تَفَصِّيًا (أي تفلتا) مِنَ
اْلإِبِلِ فِي عُقُلِهَا
“Perhatikanlah Al-Qur’an demi yang jiwaku ada di tangan-Nya
sesungguhnya ia lebih mudah terlepas dari seekor unta yang ada di dalam
ikatannya”. ( HR. Bukhari no: 5033.)
4. Janganlah engkau mengatakan: “Aku telah melupakannya”,
tetapi katakanlah: Aku telah dibuat lupa, atau aku telah dibuat bimbang, atau
dijadikan lupa, seperti yang diterangkan dalam Riwayat Abdullah bin Mas’ud RA
ia berkata: Rasulullah r bersabda: Sangat buruk apa yang dikatakan oleh
seseorang: “Aku telah melupakan ayat ini dan ini akan tetapi ia telah dibuat
lupa”. ( HR. Bukhari no: 5039 dan Muslim no: 790)
5. Wajib untuk mentadabburi Al-Qur’an, berdasarkan firman
Allah SWT:
أَفَلا
يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ
عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا
فِيهِ اخْتِلافًا كَثِيرًا (٨٢)
Artinya: Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran?
kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat
pertentangan yang banyak di dalamnya”. (An Nisaa: 82)
6. Boleh membaca Al-Qur’an dengan cara berdiri, berjalan,
berbaring dan berkendaraan, seperti yang dijelaskan dalam hadits Aisyah
radhiallahu anha menceritakan bahwa Nabi SAW bersandar pada pahaku saat aku
sedang kedatangan haid dan beliau membaca Al-Qur’an”. (HR. Bukahri no: 297,
Muslim no: 301.)
7. Boleh menaruh mushaf di dalam kantong baju.
8. Dianjurkan agar membersihkan mulut dengan siwak sebelum
membaca Al-Qur’an. Berdasarkan riwayat Abi Hudzaifah RA ia berkata bahwasanya
Nabi SAW apabila bangun pada waktu malam maka beliau menggosok mulutnya dengan
siwak”. (HR. Bukhari no: 1136, Muslim no: 255.)
9. Termasuk sunnah membaca:
1. Isti’adzah:
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ
الرَّجِيْمِ)
2. dan
membaca basmalah: (بِسْمِ
اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ) kecuali saat
membaca surat Al-Taubah, maka dia hanya berlindung kepada Allah dari godaan
setan yang terkutuk saat membaca surat Al-Taubah.
3. Beberapa
bentuk ucapan isti’adzah yaitu
1. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ
الرَّجِيْم
2. أَعُوْذُ بِاللهِ السميع العليم
مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم من همزه ونفخه
نفثهِ-
3. أَعُوْذُ بِالسََّمِيْعِ اْلعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم
semua bentuk isti’azah ini disebutkan oleh Abu Dawud no:
1785. Bagi orang yang membaca Al-Qur’an dianjurkan untuk bergantian dalam
mempergunakan isti’adzah tersebut. (Al-Syarhul Mum ti’ Ala Syarhu Zadil
Mustaqni’ 3/71). Adapun tentang basmalah, diriwayatkan oleh Anas ra ia berkata:
Saat Rasulullah SAW bersama kami pada sebuah majlis beliau terserang rasa
mengantuk yang sangat, lalu beliau mengangkat kepalanya sambil tersenyum. Maka
kami bertanya: Apakah yang membuat anda tersenyum wahai Rasulullah?, beliau
bersabda: Telah diturunkan kepadaku sebuah surat, lalu beliau membacanya: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ….
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
HR. Muslim no: 400.
10. Imam Nawawi berkata: Disunnahkan bagi seorang yang
membaca Al-Qur’an jika ia memulai bacaannya dari pertengahan surat untuk
mengawalinya dari awal kalimat yang mempunyai hubungan dengannya”. ( Al-Adzkar,
Imam Nawawi hal. 163)
11. Dianjurkan untuk membaca Al-Qur’an secara tartil dan
makruh membacanya dengan cara cepat yang berlebihan saat membaca Al-Qur’an,
berdasarkan firman Allah SWT:
أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ
الْقُرْآنَ تَرْتِيلا (٤)
Dan Bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan”. (Al
muzammil : 4)
12. Dianjurkan untuk memanjangkan mad saat membaca
Al-Qur’an, Anas radhiallahu anhu pernah ditanya tentang sifat bacaan Rasulullah
SAW?”, Dia menjawab bahwa sifat bacaan beliau adalah memanjangkan mad
bacaannya, lalu dia mencontohkan dengan membaca بِسْمِ
اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ beliau memanjangkan
kata بِسْمِ اللهِ , dan memanjangkan الرَّحْمنِ dan memanjangkan
bacaan الرَّحِيْمِ (HR.
Bukhari no: 5045)
13. Dianjurkan untuk memperindah suara saat membaca
Al-Qur’an dan dilarang membacanya dengan suara yang kacau. Rasulullah SAW
bersabda:
زَيِّنُوْا
أَصْوَاتَكُمْ بِالْقُرْآن
“Hiasilah suaramu dengan membaca Al-Qur’an”. ( HR. Abu Dawud
no: 1468 dari hadits riwayat Al-Barro’ bin Azib ra, Al-Albani mengatkan bahwa
hadits ini adalah shahih.)
14. Menangis saat membaca Al-Qur’an atau mendengarnya,
diriwayatkan di dalam sunnah dari hadits Abdullah bin Al-Syakhir RA ia berkata:
أَتَيْتُ
النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَلِجَوْفِهِ أَزِيْزٌ كَأَزِيْزِ الْمِرْجَلِ يَعْنِي الْبُكَاءُ
“Aku mendatangi Nabi SAW (saat itu) dari dalam ternggorokan
beliau terdengar isak tangis seperti suara periuk yang besar”. ( Syarhus Sunnah
Al-Bagawi no: 729)
15. Dianjurkan untuk membaca Al-Qur’an dengan suara yang
nyaring jika hal tersebut tidak menimbulkan kegaduhan, sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Abu Sa’id radhiallahu anhu bahwa Rasulullah SAW beri’tikaf di
masjid dan beliau mendengar para shahabat membaca Al-Quran secara nyaring, maka
beliau membuka tabir rumah beliau dan berkata:
أَلاَ كُلُّكُمْ يُنَاجِي رَبَّهُ فَلاَ يـُؤْذِيَنَّ
بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَلاَ يَرْفَعُ
بَعْضُكُمْ عَلىَ بَعْضٍ فِي
اْلقِرَاءَةِ أَوْ قَالَ فيِ
الصَّلاَةِ
“Ketahuilah bahwa setiap kalian sedang bermunajat kepada
Tuhannya, maka janganlah setiap kalian menyakiti yang lainnya dan jangan
sebagian dari kalian mengangkat suaranya atas yang lain saat membaca
Al-Qur’an”, atau beliau bersabda: “Saat shalat”. (HR. Abu Dawud no: 1332, dan
Al-Albani mengatkan bahwa hadits tersebut shahih.)
16. Tidak ada do’a khusus untuk khatam Al-Qur’an (Badan
fatwa ulama Saudi Arabia menegaskan bahwa do’a yang dinisbatkan kepada Syekhul
Islam Ibnu Taimiyah tentang do’a khatmul Qur’an tidak diketahui kebenaran), dan
mengadakan acara tertentu untuk menyambut orang yang sudah sempurna menghafal
Al-Qur’an tidak termasuk sunnah. Adapun acara-acara yang selalu diadakan oleh
masyarakat dan dijadikan sebagai adat kebiasaan untuk mencerminkan rasa bahagia
dengan nikmat menghafal Al-Qur’an, maka hal tersebut tidak apa-apa. (Disebutkan
oleh syekh Abdur Rahman Al-Barrak)
17. Menghentikan membaca Al-Qur’an saat terlalu mengantuk.
Berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ فَاسْتَعْجَمَ
اْلقُرْآنَ عَلىَ لِسَانِهِ فَلَمْ
يَدْرِ مَا يَقُوْلُ فَلْيَضْطَجِعْ
“Apabila salah seorang di antara kalian bangun untuk ibadah
(pada waktu malam) lalu terbata-bata dengan lisannya saat membaca Al-Qur’an
(karena mengantuk) sedang ia tidak sadar dengan apa yang dikatakannya maka
hendaklah dia segera berbaring”.
18. Memilih tempat yang tenang dan waktu yang tepat; sebab
hal itu akan lebih efektif untuk meningkatkan semangat dan kebersihan hati.
19. Mendengar dan memperhatikan dengan baik pada bacaan
Al-Qur’an, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT:
وَإِذَا
قُـرِأَ اْلقُـرْآنُ فَاسْتَمِعُوْا لَهُ وَأَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ
تُـرْحَمُوْنَ
“Dan apabila dibacakan Al-Qur’an maka dengarkanlah
baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat” ( QS.
Al-A’rof: 204)
20. Hendaklah dia menjiwai setiap ayat yang dibacanya,
memohon kepada Allah kenikmatan surga saat membaca ayat-ayat tentang surga dan
berlindung kepada-Nya, saat melewati ayat-ayat tentang neraka. Firman Allah SWT
mengatakan:
كِتبٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيكَ مُبرَكٌ لِيَدَّبُّرُوْا
ءَايتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُوا الاَلْببِ
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh
dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat
pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran”. (QS. Shaad: 29)
21. Boleh bagi wanita yang sedang haid dan nifas membaca
Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf atau (boleh membacanya dengan cara)
menyentuhnya pakai lapis sesuai dengan yang paling shahih dari pendapat para
ulama; dan tidak terdapat riwayat dari Nabi SAW yang melarang hal tersebut. (
Fatwa lembaga fatwa Saudi Arbia no: 3713)
22. Termasuk sunnah bertasbih saat membaca ayat-ayat yang
menyebutkan tentang kemaha sucian Allah, dan berlindung kepada Allah saat
melewati ayat-ayat yang menyebutkan tentang azab, serta meminta karunia Allah
saat membaca ayat-ayat yang menyebutkan tentang rahmat Allah. Dalam hadits
riwayat Hudzaifah radhiallahu anhu ia berkata: Apabila beliau melewati
ayat-ayat yang menyebutkan kemaha sucian Allah beliau bertasbih, saat melewati
ayat-ayat yang memerintahkan untuk berdo’a beliau berdo’a dan saat melewati
ayat-ayat yang menyeru untuk berlindung beliau berlindung” ( HR. Muslim)
23. Hendaklah seseorang membaca Al-Qur’an dalam keadaan
berwudhu’, bersih pakaian, badan dan tempat, terdapat perbedaan ulama apakah
anak kecil diwajibkan berwudu’ saat akan menyentuh mushaf atau tidak?, Yang
lebih baik baginya adalah berwudhu’.( Seperti yang dijelaskan oleh Al-Utsaimin
rahimhullah (Al-Fatawa Al-Islamiyah)
24. Dianjurkan untuk menyambung bacaan dan tidak
memutus-mutuskannya, diriwayatkan oleh seorang tabi’i yang mulia, Nafi’ bahwa
Ibnu Umar RA saat membaca Al-Qur’an beliau tidak berbicara sampai dia selesai
membacanya…”. ( HR. Bukhari 4526.)
Termasuk sunnah melaksanakan sujud saat membaca ayat-ayat
sujud. ( HR. Bukhari 1077)
25. Dimakruhkan mencium mushaf dan meletakkannya di antara
kedua mata, hal ini biasanya terjadi saat setelah selesai membaca Al-Qur’an
atau saat mushaf didapatkan tergeletak di tempat yang dihinakan. Syaikhul Islam
rahimahullah ditanya tentang berdiri untuk menghormati mushaf lalu menciumnya
dan apakah dimakruhkan juga jika seseorang membuka mushaf untuk menumbuhkan
semangat, beliau menjawab: Segala puji bagi Allah tentang berdiri untuk
menghormati mushaf dan menciumnya, kami tidak mengetahui apapun dari perbuatan
salaf tentang hal ini, dan imam Ahmad telah ditanya tantang hukum mencium
mushaf, beliau menjawab: Aku tidak pernah mendengar riwayat apapun yang
menjelaskan masalah ini, akan tetapi diriwayatkan dari Ikrimah bin Abi Jahl
bahwa dia mambuka mushaf dan meletakkan mukanya di atas mushaf tersebut sambil
mengatakan: firman Tuhanku, firman Tuhanku, tetapi generasi salaf tidak
menjadikan berdiri untuk menghormati mushaf sebagai kebiasaan mereka (Majmu’ fatawa).
Dan syaekh Bin Baz rahimhullah berkata: senadainya seseorang mencium mushaf
karena terjatuh dari tangannya atau terjatuh dari tempat yang tinggi maka hal
tersebut tidak mengapa.
26. Dimakruhkan menggantung ayat Al-Qur’an di atas tembok
atau yang lainnya, (Fatwa lembaga fatwa Saudi Arabia no: 2078) dan tidak
sepantasnya Alqur’an hanya sekedar dijadikan sebagai pengganti dari berbagai
bacaan-bacaan, paling ringan hukumnya adalah makruh. (Seperti yang dikatakan
oleh/ Abdul Aziz bin Baz Rahimhullah (Al-Ftawal Islamiyah).
ADAB SEORANG PENGAJAR AL-QUR’AN
1. Mengajarkan Al-Qur’an hanya untuk mencari ridha Allah
SWT.
2. Mengajarkan Al-Qur’an bukan bertujuan untuk mendapatkan
balasan duniawi. Firman Allah SWT:
مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ
الآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي
حَرْثِهِ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ
حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ
فِي الآخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ (٢٠)
“Dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia kami
berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu
bahagianpun di akhirat”.[1]Dan waspada untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai
sumber penghasilan, para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan mengambil
upah dari mengajar Al-Qur’an, semoga pendapat yang lebih dekat dengan kebenaran
adalah pendapat yang membolehkannya, berdasarkan hadits Abi Said yang telah
mengambil sekumpulan kambing sebagai upah atas kesembuhan orang yang
diruqyahnya dengan surat Al-Fatihah.
3. Hendaklah dia waspada dari kesengajaan memperbanyak
bacaan karena banyaknya orang yang meminta dan mendatanginya.
4. Hendaklah dia waspada jika bersikap tidak senang terhadap
kecenderungan shahabat-shahabatnya untuk belajar Al-Qur’an kepada orang lain
yang pernah belajar darinya.
5. Berakhlaq dengan adab-adab syara’.
6. Bersikap zuhud dan mencukupkan diri dengan bagian yang
sedikit dari dunia.
7. Hendaklah ia bersikap tenang, berwibawa dan merendah
diri.
8. Menjauhi ketawa dan senda gurau yang berlebihan.
9. Menggunakan hadits sebagai sandaran untuk bertasbih,
berdo’a dan mengerjakan amal-amal yang utama
10.Waspada terhadap penyakit hati seperti hasad, bangga
diri, riya’, bersikap melebihi orang lain atau merendahkannya….
11. Tidak memandang diri lebih baik dari salah seorang dari
mereka.
12. Seyogyanya untuk bersikap kasih sayang terhadap orang
yang belajar kepadanya, dan bergaul dengan lembut serta memberikan semangat
bagi mereka untuk belajar.
13.Memberikan nasehat khususnya bagi orang yang belajar
kepadanya sebatas kemampuannya.
14.Bersikap toleran saat mengajar.
15. Kasih sayang terhadap siswa, memperhatikan kemaslahatnnya
sebagaimana ia memperhatikan kemaslahatan diri dan anaknya, seorang siswa
diperlakukan seperti anaknya dalam kasih sayang, bersabar atas sikapnya yang
kasar atau adabnya yang buruk serta menjelaskan keburukan sikap tersebut dengan
cara yang lembut agar ia tidak kembali padanya.
16. Hendaklah dia menyenangi kebaikan bagi para siswanya
seperti dia menyukainya untuk dirinya, dan membenci kekurangan bagi mereka
sebagaimana hal tersebut dia benci bagi dirinya sendiri.
17. Hendaklah ia menjelaskan bagi mereka tentang keutamaan
belajar untuk menambah motifasi mereka dan mendorong mereka untuk bersikap
zuhud terhadap dunia.
18. Mendahulukan siswa atas kemaslahatan duniawi yang tidak
primer.
19. Memberikan setiap siswa apa-apa yang sesuai (bagi
dirinya), maka hendaklah ia tidak melimpahkan kadar yang banyak bagi siswa yang
tidak mampu menerima yang banyak, dan tidak mengurangi pemberiannya terhadap
siswa yang mampu menerima tambahan.
20. Memberikan dorongan bagi mereka untuk mengulangi
hapalan-hapalan mereka.
21. Memberikan pujian kepada siswa yang rajin.
22. Hendaklah dia mengutamakan orang yang terlebih dahulu
datang pada saat banyak murid-murid yang datang menyibukannya, dan janganlah
mendahulukan orang yang tergesa-gesa mementingkan dirinya kecuali terdapat
maslahat syar’i.
23. Mengamati keadaan mereka dan menanyakan murid yang tidak
hadir.
24. Menjaga kedua tangan saat guru membacakan ayat baginya
dari perbuatan sia-sia, dan menjaga pandangan yang liar tanpa kebutuhan.
25. Duduk menghadap kiblat setelah bersuci dengan penuh
wibawa dan pakaian yang putih bersih, pada saat ia sudah sampai di tempat duduk
hendaklah dia melakukan shalat dua rekaat pada tempat duduknya sebelum dia
duduk. Diriwayatkan bahwa Ibnu Mas’ud t membaca Al-Qur’an untuk orang lain dengan
duduk secara berlutut.
26. Dianjurkan agar majlis seorang guru meluas agar bisa
menampung para siswa yang belajar padanya.
27. Seyogyanya bagi seorang guru untuk tidak menghinakan
ilmunya.
Sumber: Islamhouse.com
Komentar
Posting Komentar